Sabtu, 22 Juni 2013

Apakah BLSM sudah tepat ?



Rencana pemerintah menaikan harga bahan bakar minyak (BBM) diprediksi akan berimbas pada kenaikan harga bahan pokok dan kebutuhan lain. Untuk mengurangi beban masyarakat, pemerintah akan memberikan kompensasi berupa bantuan tunai yang dikemas lewat Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM).

Namun, program BLSM itu dinilai tidak akan banyak membantu masyarakat. BLSM justru hanya menguntungkan partai politik. Ya banyak sekali partai politik di negeri ini yang menghalal kan berbagai cara agar partainya menjadi partai yang banyak dipilih oleh rakyat dalam pemilu-pemilu.

Masyarakat sebaiknya menghukum partai politik pendukung kenaikan harga BBM. Lantaran, partai politik tersebut telah menyengsarakan rakyat. Sikap partai pendukung kenaikan BBM sangatlah menggelikan. Mengaku ingin membantu masyarakat dengan beralasan kenaikan BBM, tapi tetap mengambil uang negara sebagai sumber dana BLSM.

Kepedulian terhadap rakyat, luntur karena Pemilu. Itu adalah cara-cara yang bertentangan dengan vote education. Diketahui, pemerintah berhasil mengegolkan RUU APBNP 2013 yang berdampak pada penaikan harga BBM bersubsidi dengan kompensasi antara lain Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) kepada sekitar asumsi 16 juta rakyat miskin.

Namun, pencairan dana puluhan triliun tersebut kuat dugaan untuk diselewengkan menjelang 2014 mendatang. Setidaknya lima partai politik menyetujui penaikan BBM dan pemberian BLSM.

Tujuan Nasional



Sebelum saya membahas masalah ini, saya akan sedikit menjelaskan apa itu tujuan nasional. Tujuan nasional adalah sasaran segala kegiatan suatu bangsa yang perwujuannya harus diusahakan secara terus rnenerus. Tujuan nasional bangsa Indonesia tercantum dalam alenia keempat Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi “Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, untuk memajukan kesejahtetaan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial”.
Dan tujuan tersebut, dapat disimpulkan bahwa politik negeri Indonesia bercorak:
  1. Mempertahankan kemetdekaan dan menghapuskan segala bentuk penjajahan,
  2. Memperjuangkan perdamaian dunia yang abadi, dan
  3. Memperjuangkan susunan ekonomi dunia yang berkeadilan sosial,
Selain itu, politik luar negeri Indonesia harus bersifat bebas dan aktif. Bebas mengandung anti bahwa negara mempunyai hak yang penuh atau kemandirian untuk menentukan sikap dan kehendak sendiri sebagai bangsa yang bendaulat. Artinya, negara bebas menentukan sikap serta tidak memihak dalam menghadapi pertentangan antara dua blok raksasa di dunia, yaitu blok kapitalis (barat) dan blok komunis (timur). Aktif mengandung anti bahwa dalam pergaulan internasional negara tidak boleh tinggal diam, tetapi harus berperan dalam memperjuangkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial dalam lingkup internasional.

Dengan demikian, politik bebas dan aktif tidak sama dengan netral karena netral berarti tidak peduh dan cenderung tidak mendorong untuk mengambil sikap apapun atas kejadian-kejadian internasional. Melalui politik bebas dan aktif, Indonesia menempatkan dirinya sebagai subjek (pelaku) dan aktif dalam pergaulan internasional sehingga tidak dapat dikendalikan oleh haluan politik negara lain yang didasarkan pada kepentingan nasionalnya.

     Oleh karena itu, dalam melaksanakan politik luar negeri, negara Republik Indonesia sedapat mungkin akan memilih jalan damai. Bagi bangsa Indonesia, perang merupakan jalan terakhir dalam mempertahankan kemerdekaan. Oleh karena itu, perang yang mungkin terpaksa dilakukan oleh bangsa Indonesia adalah perang yang adil, bukan perang yang menguasai dan menjajah bangsa lain.

Mengapa Korupsi Sulit Dibrantas Di Indonesia ?



Korupsi ?siapa yang tidak mengenal korupsi. Kasus korupsi di Indonesia seakan sulit dihentikan. Hampir setiap hari, masyarakat disuguhkan pemberitaan mengenai kasus korupsi. Mengapa korupsi di Indonesia sulit diberantas?.

Korupsi memang menjadi momok bagi semua aspek dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, tidak hanya aspek ekonomi melainkan aspek politis pendidikan, kesehatan, kesejahteraan dan lainnya. Yang paling parah adalah dengan maraknya budaya korupsi moral dan akhlak suatu bangsa bisa sangat rusak karena hal tersebut sama halnya dengan mengisap darah kaum miskin dan rakyat pada umumnya.

Oleh karenanya kenapa kita semua menginginkan praktek korupsi bisa diberantas habis sampai ke akar-akarnya dari bumi pertiwi yang tercinta ini. Namun sejauh ini kenapa upaya pemberantasan korupsi sangat sulit dicapai, pasti selalu ada saja pihak yang merasa dirugikan dengan adanya upaya pemberantasan korupsi, siapa mereka tentunya mereka adalah pihak-pihak yang selama ini diuntungkan oleh praktek korupsi.

Korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah|pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, dimana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.

Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele atau berat, terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering memudahkan kegiatan kriminal seperti penjualan narkotika, pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas dalam hal-hal ini saja. Untuk mempelajari masalah ini dan membuat solusinya, sangat penting untuk membedakan antara korupsi dan kejahatan.

Pada dasarnya motif /alasan yang mendorong seseorang melakukan tindakan korupsi ada dua penyebab yaitu dorongan kebutuhan (need driven) dan dorongan kerakusan (greed driven). Memang sama2 korupsi namun ternyata latar belakang orang melakukan perilaku tercela itu memang berlainan. Sebenarnya perilaku korupsi ini telah mengakar di elemen masyarakat luas, tidak hanya terjadi di institusi baik pemerintah ataupun swasta baik dilakukan oleh aparatur pemerintah ataupun pegawai swasta. 

Praktek korupsi berkembang pada situasi dimana job security tinggi dengan tingkat profesionalitas yang rendah sehingga para pegawai tersebut sering menyalah gunakan kewenangannya untuk memenuhi keinginannya daripada pelaksanaan tugas yang seharusnya dia laksanakan. 

Kenapa korupsi masih terjadi dan pemberantasan korupsi seolah berjalan ditempat. Masalahnya adalah karena korupsi emang telah menjadi budaya bangsa ini. Sejak aku masih kanak-kanak aku sudah terbiasa mendengar istilah uang suap, pelicin dan uang bawah tangan dan semua sejenisnya. Kalau bikin KTP ya harus menyediakan uang tidak resmi kalau ingin urusan lancar. Sampai aku dewasa sekarang ternyata istialh tersebut belum hilang malah bertambah seperti misalnya dengan istilah dengan uang pelancar, uang jago, uang keamanan dan lain sebagainya.

Jadi secara masif semua lapisan masyarakat sudah dibiasakan dengan budaya korupsi sejak mereka masih kecil hingga dewasa. Kejadian seperti contek masal yang terjadi di Surabaya misalnya adalah  adalah semacam bibit yang disemai para pendidik secara tidak sadar yang akan menjadikan para murid nantinya menjadi pelacur terpelajar. mereka rela berbohong secara masal demi mendapatkan nilai secara tidak berhak. Nilai-nilai semacam inilah sudah mulai dipupuk sejak masih anak-anak. Sehingga tidak heran ketika seseorang beranjak dewasa mereka sudah tidak canggung lagi bersentuhan dengan suasana yang korup bahkan cenderung permisif dan toleran akan hal tersebut. Istilahnya korupsi dilakukan secara berjamaah, sehingga korupsi bukan lagi sesuatu yang tabu untuk dilakukan.

            Korupsi merupakan kejahatan yang sulit diungkap karena korupsi melibatkan dua pihak, yaitu koruptor dank lien yang keduanya berupaya untuk menyebunyikan kejadian tersebut, mengingat manfaat besar korupsi bagi mereka dan/atau risiko hokum atau social apabila tindakan mereka teruangkap. Dalam kasusu korupsi saat klien dan pejabat korup yang sama-sama menikmati manfaat, mereka akan menutupi aksi mereka agar kepentingan mereka tetap terlindungi. Sementara, dalam kasus korupsi saat salah satu pihak merupakan korban, si korban cenderung tidak melaorkan kejadian mengingat, dalam banyak kasus, korban dapat dipermasalahkan ketika membongkar kasus korupsi dengan berbagai alas an termasuk alas an pencemaran nam baik. 

Dunia yang semakin materialistis juga mendorong perilaku ingin cepat kaya instan dan malas bekerja keras. Cara yang paling gampang adalah memanfaatkna kedudukan dan jabatan untuk memperkaya diri sendiri. Orang dengan kekayaan akan dipandang sebagai orang yang sukses dan dihormati terlepas dari mana kekayaan tersebut didapat. Orang berlomba untuk mendapatkan kekayaan agar bisa memperoleh kehormatan dan kekuasaan.

Jika dilihat para pejabat dan penguasa yang terliaht lebih kaya dari seharusnya sebagian justru terlhat sederhana. Mereka "mungkin" melakukan korupsi dan penyalahgunaan jabatannya untuk mendapatkan kekayaan yang tidak wajar. Akan tetapi kekayaan tersebut bukan untuk diri mereka sendiri. Akan tetapi untuk keluarga, istri dan anak-anaknya. Sedangkan diri mereka sendiri mungkin termasuk orang dengan pola hidup yang sederhana. akan tetapi karena lingkungna mereka yang sangat menghargai kehidupan yang meterialistis, mau tidak mau mereka juga ikut dalam arus tersebut. Paling tidak istri dan anak-anaknya masuk dalam pergaulan yang sangat menghargai meterialisme. Karena itu sangat komplek sekali jika kita ingin memberantas korupsi.

Memang tidak semudah seperti membalikkan sepotong ikan di piring. Karena semua lapisan masyarakat ikut terlibat dan sistem yang ada juga mendukung praktek yang korup ini. Sejarah mencatat begitu banyak pemimpin yang dipilih oleh rakyat karena mengangkat isu pemberantasan korupsi sebagai tema sentral kampanye mereka. Tetapi paradoks terjadi, terlepas apakah mereka benar-benar anti korupsi dan pada walnya berupaya keras untuk memberantas korupsi, ataukah mereka sekadar menggunakan isu korupsi untuk meraih simpati masa saja, banyak di antara mereka yang jatuh akibat kasus korupsi.

Jadi kunci utama tetap ada pada sang pemimpin. Tidak ada peperangan yang dimenangkan jika tidak dipimpin oleh seorang pemimpin yang handal. Tidak juga ada bisnis yang berhasil dan sukses tanpa dipimpin oleh orang yang kompeten. Bahkan negara kita menunggu hingga 300 tahun lamanya untuk bisa lepas dari penjajahan karena memang belum ada pemimpin yang mampu untuk melepaskan negeri ini dari penjajah.

Pertanyaannya sampai kapan hal ini akan berlangsung. Apakah kita hanya menunggu dan melihat saja tanpa melakukan sesuatu dan berharap korupsi akan pergi dengan sendirinya. Akuyakin sampai korupsi sudah mencapai titik jenuh maka akan muncul seorang pemimpin yang akan bersedia mati untuk memimpin pemberantasan korupsi ini. Kapan waktunya akan terjadi, mungkin aku sendiri yang akan memimpin negeri ini terbebas dari korupsi. Kita tunggu saja apakah mimpiku ini akan menjadi kenyataan.

Korupsi tidak bisa ditekan ke level nol,, tetapi dapat digiring menuju ke level optimal. Secara teori upaya pemberantasan korupsi akan terus dilakukan hingga kerugian yang ditanggung masyarakat akibat perunit korupsi. sama dengan biaya pemberantas per unit korupsi. Ketika titik keseimbangan tersebut terjadi, pemberantasan korupsi umumnya dihentikan, meniggalkan jumlah korupsi pada level omtimum tertentu.


Sumber :
aksayalfath.files.wordpress.com/.../mengapa-korupsi-sulit-di-berantas.

Untung Ruginya Menalangi Bank Century

Mungkin kita sudah sering mendengar tentang kasus yang terjadi pada Bank Century. Masalah Bank Century sangat ramai menghiasi berbagai media di Indonesia sejak 2 tahun terakhir ini ,tetapi apakah masyarakat tahu persis apa yg terjadi?. Masyarakat pun sudah terlalu bingung dan juga bosan dengan kasus yang tak berkesudahan ini, masyarakat perlu informasi dan kebenaran kasus ini secepatnya secara transparan dan jujur.

Secara kronologi kasus Bank Century dimulai dengan tahun 1989 oleh Robert Tantular yang mendirikan Bank Century Intervest Corporation (Bank CIC). Masalah yang terjadi pada Bank Century ini sudah mulai terlihat dari tahun 1999. Bank century ini sudah mulai menunjukan penurunan yang drastis hal ini dibuktikan dari  Auditor Bank Indonesia yang menemukan rasio modal Bank CIC amblas hingga minus 83,06% dan CIC kekurangan modal sebesar Rp 2,67 triliun.

Pada tahun 2003 pun bank CIC diketahui terdapat masalah yang diindikasikan dengan adanya surat-surat berharga valuta asing sekitar Rp 2 triliun yang tidak memiliki peringkat, berjangka panjang, berbunga rendah, dan sulit dijual. BI menyarankan merger untuk mengatasi ketidakberesan pada bank ini maka dileburlah Bank Danpac dan Bank Picco ke Bank CIC. Setelah penggabungan nama tiga bank itu menjadi PT Bank Century Tbk, dan Bank Century memiliki 25 kantor cabang, 31 kantor cabang pembantu, 7 kantor kas, dan 9 ATM.

Hancurnya Bank Century ini harus diselamatkan oleh pemerintah melalui Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) melalui suntikan dana Rp 6,7 triliun terjadi karena perpaduan pengurusan bank yang mengarah pada tindak kriminal serta krisis ekonomi global yang terjadi. Pemerintah melakukan PMS (Penyertaan Modal Sementara) atau yang biasa disebut bailot ke bank century karena terjadinya kerugian atas aset-aset bank century.

Uang yang dijadikan bailot itu berasal dari Lembaga Penjaminan Simpanan berasal dari premi atas simpanan yang ditempatkan di bank-bank umum. Jadi bukan dari uang negara/APBN yg berasal dari pajak/cukai atau deviden BUMN atau sumber-sumber negara yg lain. Uang tersebut adalah premi atau iuran dari bank-bank yang mengikuti program penjaminan atau asuransi atas dana yg ditempatkan di bank-bank mereka.

Hal ini menimbulkan kerugian untuk beberapa pihak. Pihak yang dirugikan adalah nasabah-nasabah deposan yang menempatkan uangnya di Bank Century. Para deposan itu berasal dari perusahaan-perusahaan swasta, BUMN, Lembaga Dana Pensiun Karyawan dan pribadi-pribadi. Dalam hal ini mereka akan mengalami kerugian yaitu kehilangan uangnya.

Terjadinya kerugian yang mengakibatkan musnahnya aset-aset dana nasabah antara lain terjadi penggelapan aset-aset oleh pemegang-pemegang saham (yang sekarang sudah kabur), lalu terjadinya pembobolan bank melalui penyaluran kredit yang menyimpang, termasuk transaksi-transaksi L/C. Kemudian ada dugaan terjadi penggelapan-penggelapan aset-aset dan dana bank baik oleh karyawan, pemilik mau pun pihak luar.

Perekonomian nasional juga megalami dampak kerugian apabila bank century tidak di bailout. Kerugian yang terjadi atas perekonian RI (jika Bank Century tidak di bailout) diprediksi sangat mungkin besar sekali, jauh melebihi dana bailout. Dan jangan lupa tidak dibailoutnya Bank Century akan mengakibatkan banyak penderitaan dalam masyarakat. Banyak karyawan di PHK, banyak karyawan kehilangan harapan karena amblasnya dana pensiun mereka, banyak keluarga jatuh miskin dan anak-anak tidak bisa sekolah lagi.

Namun dari semua itu juga masih ada kemungkinan keuntungan yang di dapat dari bailout Bank Century ini karena kerugian yang ditimbulkan dari bailout tersebut yang pasti lebih kecil dari dana bailout sebesar 6,7 Triliyun tersebut. Karena yang seharusnya dihitung sebagai biaya adalah ‘incremental cost’ atau ‘marginal cost’ bukan seluruh jumlah 6,7 T tersebut.

Kalau kita lihat dana bailout di atas maka biaya inkremental hanyalah dana yg dikeluarkan untuk mengganti DPK swasta dan pembayran lain2. Karena jika DPK BUMN kehilangan dananya past akhirnya pemerintah juga yg menanggungnya. Selanjutnya sisa uang lainnya dikembalikan ke BI, yg lainnya dana tsb masih utuh dan ditempatkan di SUN, di Bank Century dan di bank lain.


Sebenarnya ketika suatu sistem terancam runtuh, maka yang harus diambil adalah sebuah langkah-langkah penyelamatan sistem. Tapi pemerintah semestinya menghindari pemakaian uang pembayar pajak untuk menalangi bank. Karena setelah telah terjadi kegagalan pengaturan sistem keuangan global yang mengakibatkan kehancuran dalam skala amat besar. Pada dasarnya institusi-institusi itu diberi pinjaman yang memungkinkan mereka meraup untung dan lepas dari kebangkrutan. Tapi sekarang, manajemen institusi keuangan menganggap keuntungan itu seolah-olah dihasilkan mereka yang bekerja di bank dan bukan diberikan pemerintah. kebijakan penalangan terhadap bank-bank yang ambruk terlalu menguntungkan institusi, pemegang saham, dan manajemen institusi keuangan. (menurut: George Soros)
 
Tanpa diduga sebelumnya, upaya pemerintah menyelamatkan Bank Century dari kehancuran akibat perampokan sistematis yang dilakukan pemiliknya berkembang cepat dan langsung masuk ke pusat medan politik nan panas.

Sejatinya, pengucuran dana (yang menurut Menkeu Sri Mulyani sebatas menaikkan CAR atau rasio kecukupan modal) sebesar Rp. 6,7 triliun hanya akan berbuntut pada pengusutan hukum di BPK, KPK atau kepolisian jika terindikasi ada oknum yang merekayasa pengucuran dana segar tersebut. Artinya, dengan asumsi ada orang-orang di pemerintahan dan di manajemen Bank Century yang menikmati keuntungan secara haram dari pengucuran dana, maka kasus ini, seperti biasa, akan kembali menambah daftar panjang koruptor dan penjahat berkerah putih Indonesia.

sumber :
BPK
Design by BlogSpotDesign | Ngetik Dot Com